Jumlah tingkat pengangguran terbuka (TPT) per Februari 2022 sebanyak 8,40 juta orang, hal ini di laporkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Dari jumlah ini, alumnus SMK menjadi yang terbesar diperbandingkan jebolan tingkatan pengajaran lainnya. Diinfokan dari website resmi BPS, data yang dibagikan per Februari 2022 ini turun 350 ribu dibandingi tahun sebelumnya pada bulan yang sama. Sekiranya dipersentase, TPT Februari 2022 sebesar 5,83 persen, turun sebesar 0,43 persen skor daripada Februari 2021 dengan angka 6,26 persen.
Kepala BPS Margo Yuwono menyebutkan jumlah pengangguran terbanyak berasal dari jebolan SMK. Berdasarkan data yang ada, pengangguran jebolan SMK tercatat 10,38%. “Pengangguran tertinggi yaitu kebanyakan (lulusan) SMK,” ungkap Margo (9/5/2022).
Berikutnya di bawah SMK, jumlah pengangguran tertinggi diduduki oleh jebolan SMA. Angka persentasenya sebesar 8,35%. Kemudian disusul oleh alumnus D-IV, S1, S2, S3 sebesar 6,17% dan tamatan diploma I/II/III sebesar 6,09%.
Contents
Persentase Pengangguran Terbanyak
Untuk alumni D-IV sampai S3 dan lulusan D1 hingga D3 cenderung memilih-milih profesi sehingga tingkat penganggurannya juga masih lumayan tinggi. “Jebolan ini karena pilih-pilih profesi sehingga tingkat pengangguran terbuka nya tinggi,” jelasnya.
Sedangkan tergolong sebagai level pendidikan dasar, lulusan Sekolah Dasar (SD) justru menempati tingkat terendah. Berdasarkan data Februari 2022, prosentase pengangguran alumnus SD tercatat sebesar 3,09%.
Turun tipis daripada jangka waktu yang sama tahun 2021. “Pengangguran terkecil SD ke bawah (tidak/belum pernah sekolah/belum tamat SD/tamat SD) sebab mereka mau mendapatkan pekerjaan apapun,” jelasnya.
BPS secara rutin mengeluarkan data yang berisi berita tingkat pengangguran terbuka. Hingga Februari 2022 jumlah angkatan kerja tercatat sebanyak 144,01 juta orang atau naik 4,2 juta orang daripada bulan Februari 2021. Dari angkatan kerja ini yang berprofesi 135,61 orang dan pengangguran sebanyak 8,40 juta orang.
Program Vokasi Untuk Economy Strategic Suatu Negara
Antonius J, Ketua bidang Ketenagakerjaan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo). Supit memandang bahwa ada yang salah dengan situasi hal yang demikian. “Ada indikasi bahwa SMK kita belum berjalan tepat sasaran. SMK ini sekolah vokasi, Kemendikbud patut mengukur, apakah SMK ini telah berjalan sesuai dengan sistem vokasi yang benar?,” ujar Anton, Senin (9/5/2022).
“Artinya, jika pengangguran masih tinggi dari SMK, something wrong dengan pengelola SMK hal yang demikian secara nasional, dalam hal ini Kemendikbud. Itu patut di benarkan,” lanjut Anton. Anton melanjutkan, bahwa sebenarnya pada awal pemerintahan Jokowi di jangka waktu pertama telah memilih sistem vokasi, sayangnya metode ini tak berjalan secara benar. Berdasarkan ia, progres metode vokasi semestinya menjamin kwalitas dan tingkat yang sama secara nasional sehingga tak ada ketidakseimbangan. “Mengapa tak terjadi? Sebab koordinasi kita betul-betul lemah,” ungkap Anton.
Pada dasarnya, cara vokasi di negara maju sudah amat awam dan menjadi economy strategic. Bukan hanya menyelesaikan pengangguran, metode vokasi akan memacu kompetensi seseorang sesuai kesanggupannya. Bagi Anton, satu hal yang seharusnya di ingat untuk meningkatkan motivasi dan keefektifan vokasi, adalah dengan memberi uang saku bagi para pemagang. Anton berkeinginan Indonesia mempunyai komite vokasi nasional seperti Jerman dan Malaysia sehingga kebijakan, kurikulum dan persiapan sekolah dan tempat praktek bisa di kontrol secara merata satu Indonesia.